Pelalawan- Pencabutan Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) PT Mekar Sari Alam Lestari (MAL II) oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan pada 13 Juni 2022, diikuti oleh penyegelan oleh Bupati Pelalawan, H. Zukri SE, pada 4 Juni 2024, ternyata mengecewakan masyarakat yang telah puluhan tahun berjuang agar PT MAL II mengembalikan 1.200 hektare lahan untuk tiga desa: Pangkalan Panduk, Tanjung Air Hitam, dan Pangkalan Tampoi.
Perjuangan masyarakat tersebut sudah berlangsung lama dan penuh tantangan, termasuk konflik dengan pihak perusahaan yang diduga merampas kebun karet dan ladang milik warga. Namun, keputusan Pemerintah Daerah Pelalawan yang hanya mensyaratkan pengembalian 20 persen lahan oleh PT MAL II dianggap tidak memadai.
"Kita memang tidak hafal undang-undang, tetapi kewajiban 20 persen itu untuk perusahaan legal. Ini jelas perusahaan mengolah lahan masyarakat tanpa izin, ditambah lagi Pemerintah Kabupaten Pelalawan sudah mencabut izinnya pada 13 Juni 2022," ujar Suardi, salah seorang warga yang ikut berjuang.
Suardi menegaskan bahwa kebijakan yang mewajibkan perusahaan hanya mengembalikan 20 persen lahan atau membuat kebun masyarakat adalah keliru. "PT MAL II membuka lahan tanpa izin, bukankah itu suatu penyerobotan atau perampasan hak orang lain? Seharusnya mereka mengembalikan seluruh lahan yang mereka garap, terutama karena 80 persen lahan yang digarap adalah kebun karet milik masyarakat, bukan hutan," tambahnya.
Menanggapi persoalan ini, Maruli Silaban, SH, kuasa hukum Batin Panduk, mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan investigasi komprehensif terhadap masalah yang muncul akibat pencabutan IUP-B Perkebunan Kelapa Sawit Nomor: KPTS.522/DPMPTSP-IUP/2022/03 oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pelalawan. Meski izin telah dicabut sejak Juni 2022, aktivitas PT MAL tetap berlangsung tanpa hambatan.
Menurut Maruli, permasalahan PT MAL bukan hanya soal pemenuhan hak masyarakat sebesar 20 persen dari total lahan, seperti yang disampaikan Bupati Pelalawan di media. Masalah utamanya adalah dampak ekonomi negatif terhadap masyarakat sekitar. PT MAL harus segera meninggalkan ulayat Batin Panduk serta mengembalikan lahan yang dikuasai secara ilegal kepada masyarakat adat.***NT